Tugas
Bahasa Indonesia
Oleh : Anggi Mutiara Sari
anggi.mutiara05@gmail.com
Kelas : IX Che
Kelas : IX Che
Keesokan
harinya, TENG! TENG! TENG!
Suara
lonceng memang terdengar indah. Tapi suara lonceng yang satu ini selalu
dianggap sebagai “ancaman”. Yup. Lonceng sekolah. Menakutkan memang.
Membosankan tentunya, para siswa harus segera masuk menuju ke ruangan untuk
melaksanakan UAS. Suasananya pun hening. Para siswa mengerjakan soal demi soal
dengan
penuh rasa percaya diri. Dan aktivitas tersebut berulang kali sampai pada hari terakhir UAS.
penuh rasa percaya diri. Dan aktivitas tersebut berulang kali sampai pada hari terakhir UAS.
Selang beberapa hari, penerimaan rapor. Emak tengah
bersiap-siap tuk menyambut sebuah buku hasil belajar Rani. “Assalamu’alaikum”
salam Emak sebelum menuju ke sekolah Rani. “Wa’alaikum salam, hati-hati di
jalan” jawab Rani penuh harap. Sesampainya di sekolah dan menerima rapor, Emak
sangat senang karena putrinya memperoleh peringkat satu di kelas.
Liburan akhir semester pun tiba, Rani
sangat gembira karena dapat membantu Emaknya tanpa harus menyita waktu
sekolahnya. Liburan ini sangat berarti, bagi Rani tiada hari tanpa membantu
Emaknya mencari nafkah untuk menghidupi tiga orang adiknya. Untuk membahagiakan
ibunya, Rani selalu belajar dengan rajin. Rani juga berusaha membantu untuk
meringankan beban ibunya. Ia bekerja di rumah Bu Barno, serta berjualan koran.
Dari hasil yang diperolehnya tersebut, Rani dapat membeli peralatan sekolah dan
sebagian uangnya diberikan kepada ibunya. Tetapi terkadang ibunya tidak mau
menerima pemberian uang dari Rani. Ibunya menyuruh supaya sebagian uangnya
ditabung saja. Karena ibunya merasa bahwa, uang dari penghasilan berjualan
jajanan tradisional itu sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Walaupun mereka makan dengan lauk-pauk yang sederhana.
Libur telah usai, Rani harus sekolah. Fajar hari ini malu-malu berangkat dari naungannya.
Dingin menusuk melambatkan tugas wajibnya. Sang embun pun enggan meninggalkan
pucuk daun yang tengah kembang. Hujan semalam membuat riang para tumbuhan.
Pagar besi tua belum juga terbuka, dan lampu bundar yang bercokol pada puncak
gapuranya juga masih menyala. Hingga akhirnya satpam penjaga sekolah pun tiba dan segera membuka pintu
gerbang. Rani langsung menuju ke kelasnya. Di saat pelajaran berlangsung Rani
belajar dengan sangat rajinnya. Ia selalu memerhatikan penjelasan materi yang
dijelaskan oleh gurunya. Di saat bel istirahat berbunyi Rani lebih memilih
untuk pergi ke perpustakaan sekolah, dari pada ke kantin sekolah. Ia lebih
senang membaca buku untuk menambah wawasan ilmunya. Pada pagi harinya, seperti
biasa Rani berangkat ke sekolah untuk mencari ilmu.
Suatu
ketika Rani terpilih untuk mewakili sekolahannya. Ia terpilih untuk mengikuti
lomba cerdas cermat tunggal siswa antar SMP. Di saat lomba cerdas cermat telah
dimulai, dengan percaya dirinya Rani dapat menjawab pertanyaan dengan benar.
Akhirnya ia mendapatkan juara 1 Lomba Cerdas Cermat Tunggal Siswa antar SMP. Ia
mendapatkan sebuah piagam dan uang tunai sebesar Rp.500.000,-. Rani sangat
senang. Sesampainya di rumah, “Eh, putri kesayangan Emak sudah pulang,” sambut
Emak dan juga membuatkan dua cangkir teh untuk diminum bersama anaknya, sebagai
peringatan keberhasilan anaknya itu. Walaupun hanya perayaan yang sangat
sederhana. Rani merasa senang sekali, karena bisa membuat Emaknya bangga
terhadapnya. Tak lupa Emak bersyukur atas keberhasilan yang telah diberikan
oleh Tuhan YME kepada anaknya itu. “Emak, ini untukmu” sembari menyodorkan
amplop berisikan uang “Tapi, nak, ini uangmu. Itu juga merupakan hasil jerih
payahmu, Emak tak pantas menerimanya. Simpan saja uangmu.” “Baiklah, akan
kusimpan dalam tabunganku”. Rani segera menuju ke kamar dengan segera ia sudah
terlelap.
Hari demi
hari, pekan demi pekan, bulan demi bulan telah berlalu. Hingga tiba saatnya
Rani harus menentukan nasibnya sendiri. Ia harus berjuang selama 4 hari
mengikuti UN. Ia mengerjakan soal-soal dengan penuh percaya diri. Beberapa hari
kemudian sekolah mengedarkan surat undangan untuk setiap wali murid kelas
Sembilan.
Hari yang
dinanti-nantikan pun tiba, semua wali murid berkumpul di sekolah. Jantung Rani
dan kawan-kawannya mulai berdebar-debar. Kepala sekolah membacakan hasil UNnya.
Rani semakin cemas. Dan ternyata Rani merupakan satu-satunya siswa yang
berhasil memperoleh NEM tertinggi. Rani meneteskan air mata kebahagiaan, ia
menangis sejadi-jadinya serta melakukan sujud syukur. Teman-temannya
mengucapkan selamat kepada Rani, “selamat ya, Ran!”, “sukses selalu, Ran!” dan
lain sebagainya. Wajah Emaknya pun berseri-seri, sangat bangga dan bahagia.
Sesampainya
di rumah, Rani kembali resah, ia tak tahu harus meneruskan ke sekolah mana.
Sebenarnya Rani bercita-cita ingin bersekolah di SMA favorit di kotanya. Dengan
kondisi keluarga yang hidup serba pas-pasan sulit bahkan tidak mungkin bagi
Rani untuk meminta orang tuanya membiayai pendidikannya. Ia termenung di depan
pintu. “kamu kok malah melamun, harusnya senang” ketus Ratih yang kebetulan
lewat depan rumah Rani. “Aku bingung, Tih.” “Bingung kenapa? Coba jelaskan,
siapa tahu aku mampu membantumu” “Aku bingung, ingin meneruskan ke sekolah
mana.” Jawab Rani “Tenang, Ran! Sekarang sudah ada beasiswa yang dapat
membantumu.” Ratih mencoba menenangkan. “benarkah?” “Iya, Ran. Ya sudah, aku
mau pergi dulu ke warung sebelah” sambil meninggalkan Rani.
Rani masih berpikir, satu-satunya jalan
agar tetap bisa melanjutkan pendidikan adalah dengan mencari biaya sendiri. Di usianya
yang masih sangat muda dan belum berbekal pengalaman kerja tentunya sulit bagi
Rani untuk bisa mendapatkan perkerjaan. Tiba-tiba Emak menghampiri Rani “Makan
dulu, nak. Ibu sudah masak kesukaanmu.” Namun Rani diam saja “Rani.” Panggil
Emaknya. “Iya.” “kenapa kamu masih di depan pintu?” “Rani bingung, Mak” “Pasti
tentang sekolahmu.” Emak menebak. “Iya, kok Emak bisa tahu?” “Tadi Emak
mendengar percakapan kalian” sambil merangkul pundak Rani. “Ini kesempatanmu,
untuk menentukan akan meneruskan ke
sekolah mana! Usahakan kamu tidak salah dalam memilih sekolah, demi masa
depanmu, Nak.” Emak menasehati Rani. “Sebenarnya Rani bercita-cita ingin
bersekolah di SMA favorit, Mak” “Itu bagus.” “Tapi Mak,” “Sudahlah ayo makan
dulu!” Emak dan segera masuk untuk makan siang.
Rani mendaftarkan diri ke SMA yang ia
cita-citakan, dan ia pun diterima di sana. Rani sangat bahagia. Di SMA, Rani
menemukan teman baru. Mereka sangat baik. Namun senja yang dulu indah sekarang seakan
tak berarti lagi pada seorang gadis yang sedang merenung karena telah
kehilangan sahabat-sahabatnya yang selalu menemani suka maupun duka. Dulu
sewaktu duduk di bangku SMP Rani mempunyai tiga sahabat sejati. Mereka bernama Irma,
Ratih dan Hanifah. Mereka bersahabat sejak pertama kali menginjak bangku SMP.
Mereka berempat selalu bersama-sama ke mana pun mereka pergi. Namun perpisahan
itu tak membuat Rani bersedih.
Di kelas ia merupakan siswa yang aktif.
Setiap kali ulangan ia juga kerap mendapatkan nilai tertinggi. Satu tahun pertama mereka saling mengenal dan berkumpul tanpa
melihat derajat. Terlihat indah. Memang indah karena yang terlihat adalah
persahabatan, bukan permusuhan. Dan berangsur-angsur, hingga tak terasa sandiwara
putih abu-abu ini akan segera mendekati kata "LULUS" dan mungkin yang
ada di pikiran kalian adalah perpisahan. But actually it's not a really good
bye. Akhir adalah masa awal di mana kita akan membuka kehidupan yang
sebenarnya.
Kebersamaan mereka indah, tak ada yang tak indah dalam CATATAN
AKHIR SEKOLAH sebuah pertemuan, perkenalan, pertemanan, persahabatan,
percintaan, bahkan permusuhan dan kebencian mengiringi perjalanan kisah mereka
di sini, di sekolah ini. Dunia dan masa yang tak akan pernah mereka lupakan,
masa penuh perbedaan, penuh kenangan, penuh estetika, yaitu putih abu-abu.
Bulan depan UN. Rani tengah belajar dengan penuh
konsentrasi. Emak tak henti-henti mendoakan Rani, ia berharap agar putrinya
kelak menjadi seorang yang sukses.
Hari ini adalah hari pertama UN. Rani sudah siap. Ia
berpamitan kemudian bergegas menuju sekolah. Sesampainya di sekolah, ia belajar
lagi. Bel berbunyi, seluruh siswa segera menuju ruangan masing-masing. Seperti
biasanya, suasana hening, yang terdengar hanya suara goresan pensil yang sedang
menari di atas kertas lembar jawab.
Setelah UN berakhir, Rani kembali cemas. Dia khawatir,
jika ia tak dapat melukiskan senyum di wajah Emaknya. “Rani.” Panggil Emak.
“Iya, Mak” ia terkejut. “Bagaimana UN mu? Apa semuanya baik-baik saja?” tanya
Emak. “Alhamdulillah, lancar. Tapi Rani khawatir, jika hasilnya akan
mengecewakan Emak” Rani cemas, “Jangan cemas, nak. Emak selalu bangga
terhadapmu. Apapun hasilnya Emak akan selalu bersyukur” “Iya, Mak” sambil
memeluk Emak.
Undangan membawa Emak ke sekolah. Hasil UN akan
diumumkan. Dan tak disangka-sangka, Rani menjadi juara di sekolahnya. Emak
sangat bahagia dan bangga. Ia bersyukur kepada Tuhan YME.
Jatuh bangun, itulah yang menjadi irama dalam setiap langkah di hidup Rani sekarang. Tangis dan tawa silih berganti menghiasi rona wajahnya. Keringat kerja keras tak pernah hilang dari keningnya. Inilah jalan yang ia tempuh, jalan menuju cita-cita menjadi seorang tenaga pendidik, jalan menuju gelar Sarjana.
Mungkin bagi sebagian orang, kuliah adalah hal yang
mudah. Ya tentu bagi kalangan yang berduit. Walaupun ia bukan salah satu bagian
dari mereka, tapi ia bersyukur. Dengan seperti ini ia lebih bisa menghargai
akan arti sebuah PERJUANGAN.
Di saat mulai hangat pembicaraan tentang Beasiswa Bidik
Misi dari Pemerintah Indonesia, Rani dan teman-teman satu angkatan sekolahnya
yang memang masih haus akan arti PENDIDIKAN DALAM KEHIDUPAN pun tak ingin
melewatkan hal ini. Mereka bersama-sama mempersiapkan segala sesuatu yang
dibutuhkan untuk menempuh jenjang pendidikan yang lebih tinggi melalui
beasiswa.
Semua yang diperlukan sudah ia persiapkan. Mulai dari
fotocopy Rapor yang dilegalisasi pihak sekolah, piagam lomba, daftar peringkat
di sekolah dari Kepala sekolah semua sudah siap dan telah ia kirimkan. Rani benar-benar
berharap bisa masuk Universitas Negeri dan mendapatkan beasiswa itu agar ia
tidak menambah beban Emaknya. Hari-hari penantian pun dimulai.
Siang itu di sekolah, ia dengar ramai-ramai temannya
bilang tentang adanya jalur undangan untuk kuliah di Universitas Negeri.
Katanya tidak perlu tes, asal nilai-nilainya memenuhi syarat. Tapi Rani merasa
kecewa, ketika mereka mengatakan hal itu ternyata pendaftaran jalur undangan
sudah di tutup. Rani mulai pesimis. Krisis ekonomi yang semakin membelit keluarganya
saat itu membuatnya mulai melupakan cita-citanya untuk menuntut ilmu ke jenjang
pendidikan yang lebih tinggi.
Ia akhirnya mendaftarkan diri di
Universitas Negeri. Dia diterima. Dia bercita-cita ingin menjadi tenaga pendidik.
Karena dia beranggapan bahwa seorang pendidik mampu menolong orang lain
belajar, serta sebagai ungkapan rasa terima kasih untuk mereka yang telah
memberi pendidikan. Setelah ia wisuda dan mendapat gelar sarjana, ia segera
mencari pekerjaan. Karena usaha dan doanya, Rani mendapatkan pekerjaan dengan
mudah. Ia mengajar di sekolah negeri. Ia juga sudah mempunyai penghasilan
tetap.
Kegigihan Rani dalam memperoleh pendidikan dan pekerjaan
akhirnya terbayar. Pekerjaan yang selama ini dia harap-harapkan akhirnya
selangkah lagi dia dapatkan. Emak sangat bangga dan bahagia. kini anaknya sudah bekerja dan memiliki
penghasilan tetap. Rani mulai merenovasi rumahnya, ia juga membiayai sekolah
ketiga orang adiknya.
Terkadang kondisi seseorang memang
terlihat kurang baik, bahkan sangat sulit. Namun, kita bisa berusaha untuk
membuat kondisi tersebut menjadi berbeda. Berusaha, berjuang dan berdoa, maka
Tuhan akan membuka jalan buat kita.
~ T A M A T ~
0 comments:
Posting Komentar