Minggu, 23 Oktober 2016

Seporsi Doa Rani

Posted by anggims pada Oktober 23, 2016
Tugas Bahasa Indonesia

Oleh     : Anggi Mutiara Sari
              anggi.mutiara05@gmail.com
Kelas    : 
IX Che


Keesokan harinya, TENG! TENG! TENG!
Suara lonceng memang terdengar indah. Tapi suara lonceng yang satu ini selalu dianggap sebagai “ancaman”. Yup. Lonceng sekolah. Menakutkan memang. Membosankan tentunya, para siswa harus segera masuk menuju ke ruangan untuk melaksanakan UAS. Suasananya pun hening. Para siswa mengerjakan soal demi soal dengan
penuh rasa percaya diri. Dan aktivitas tersebut berulang kali sampai pada hari terakhir UAS.

Selang beberapa hari, penerimaan rapor. Emak tengah bersiap-siap tuk menyambut sebuah buku hasil belajar Rani. “Assalamu’alaikum” salam Emak sebelum menuju ke sekolah Rani. “Wa’alaikum salam, hati-hati di jalan” jawab Rani penuh harap. Sesampainya di sekolah dan menerima rapor, Emak sangat senang karena putrinya memperoleh peringkat satu di kelas.

Liburan akhir semester pun tiba, Rani sangat gembira karena dapat membantu Emaknya tanpa harus menyita waktu sekolahnya. Liburan ini sangat berarti, bagi Rani tiada hari tanpa membantu Emaknya mencari nafkah untuk menghidupi tiga orang adiknya. Untuk membahagiakan ibunya, Rani selalu belajar dengan rajin. Rani juga berusaha membantu untuk meringankan beban ibunya. Ia bekerja di rumah Bu Barno, serta berjualan koran. Dari hasil yang diperolehnya tersebut, Rani dapat membeli peralatan sekolah dan sebagian uangnya diberikan kepada ibunya. Tetapi terkadang ibunya tidak mau menerima pemberian uang dari Rani. Ibunya menyuruh supaya sebagian uangnya ditabung saja. Karena ibunya merasa bahwa, uang dari penghasilan berjualan jajanan tradisional itu sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Walaupun mereka makan dengan lauk-pauk yang sederhana.

          Libur telah usai, Rani harus sekolah. Fajar hari ini malu-malu berangkat dari naungannya. Dingin menusuk melambatkan tugas wajibnya. Sang embun pun enggan meninggalkan pucuk daun yang tengah kembang. Hujan semalam membuat riang para tumbuhan. Pagar besi tua belum juga terbuka, dan lampu bundar yang bercokol pada puncak gapuranya juga masih menyala. Hingga akhirnya satpam penjaga sekolah pun tiba dan segera membuka pintu gerbang. Rani langsung menuju ke kelasnya. Di saat pelajaran berlangsung Rani belajar dengan sangat rajinnya. Ia selalu memerhatikan penjelasan materi yang dijelaskan oleh gurunya. Di saat bel istirahat berbunyi Rani lebih memilih untuk pergi ke perpustakaan sekolah, dari pada ke kantin sekolah. Ia lebih senang membaca buku untuk menambah wawasan ilmunya. Pada pagi harinya, seperti biasa Rani berangkat ke sekolah untuk mencari ilmu.

          Suatu ketika Rani terpilih untuk mewakili sekolahannya. Ia terpilih untuk mengikuti lomba cerdas cermat tunggal siswa antar SMP. Di saat lomba cerdas cermat telah dimulai, dengan percaya dirinya Rani dapat menjawab pertanyaan dengan benar. Akhirnya ia mendapatkan juara 1 Lomba Cerdas Cermat Tunggal Siswa antar SMP. Ia mendapatkan sebuah piagam dan uang tunai sebesar Rp.500.000,-. Rani sangat senang. Sesampainya di rumah, “Eh, putri kesayangan Emak sudah pulang,” sambut Emak dan juga membuatkan dua cangkir teh untuk diminum bersama anaknya, sebagai peringatan keberhasilan anaknya itu. Walaupun hanya perayaan yang sangat sederhana. Rani merasa senang sekali, karena bisa membuat Emaknya bangga terhadapnya. Tak lupa Emak bersyukur atas keberhasilan yang telah diberikan oleh Tuhan YME kepada anaknya itu. “Emak, ini untukmu” sembari menyodorkan amplop berisikan uang “Tapi, nak, ini uangmu. Itu juga merupakan hasil jerih payahmu, Emak tak pantas menerimanya. Simpan saja uangmu.” “Baiklah, akan kusimpan dalam tabunganku”. Rani segera menuju ke kamar dengan segera ia sudah terlelap.

          Hari demi hari, pekan demi pekan, bulan demi bulan telah berlalu. Hingga tiba saatnya Rani harus menentukan nasibnya sendiri. Ia harus berjuang selama 4 hari mengikuti UN. Ia mengerjakan soal-soal dengan penuh percaya diri. Beberapa hari kemudian sekolah mengedarkan surat undangan untuk setiap wali murid kelas Sembilan.

          Hari yang dinanti-nantikan pun tiba, semua wali murid berkumpul di sekolah. Jantung Rani dan kawan-kawannya mulai berdebar-debar. Kepala sekolah membacakan hasil UNnya. Rani semakin cemas. Dan ternyata Rani merupakan satu-satunya siswa yang berhasil memperoleh NEM tertinggi. Rani meneteskan air mata kebahagiaan, ia menangis sejadi-jadinya serta melakukan sujud syukur. Teman-temannya mengucapkan selamat kepada Rani, “selamat ya, Ran!”, “sukses selalu, Ran!” dan lain sebagainya. Wajah Emaknya pun berseri-seri, sangat bangga dan bahagia.

          Sesampainya di rumah, Rani kembali resah, ia tak tahu harus meneruskan ke sekolah mana. Sebenarnya Rani bercita-cita ingin bersekolah di SMA favorit di kotanya. Dengan kondisi keluarga yang hidup serba pas-pasan sulit bahkan tidak mungkin bagi Rani untuk meminta orang tuanya membiayai pendidikannya. Ia termenung di depan pintu. “kamu kok malah melamun, harusnya senang” ketus Ratih yang kebetulan lewat depan rumah Rani. “Aku bingung, Tih.” “Bingung kenapa? Coba jelaskan, siapa tahu aku mampu membantumu” “Aku bingung, ingin meneruskan ke sekolah mana.” Jawab Rani “Tenang, Ran! Sekarang sudah ada beasiswa yang dapat membantumu.” Ratih mencoba menenangkan. “benarkah?” “Iya, Ran. Ya sudah, aku mau pergi dulu ke warung sebelah” sambil meninggalkan Rani.

Rani masih berpikir, satu-satunya jalan agar tetap bisa melanjutkan pendidikan adalah dengan mencari biaya sendiri. Di usianya yang masih sangat muda dan belum berbekal pengalaman kerja tentunya sulit bagi Rani untuk bisa mendapatkan perkerjaan. Tiba-tiba Emak menghampiri Rani “Makan dulu, nak. Ibu sudah masak kesukaanmu.” Namun Rani diam saja “Rani.” Panggil Emaknya. “Iya.” “kenapa kamu masih di depan pintu?” “Rani bingung, Mak” “Pasti tentang sekolahmu.” Emak menebak. “Iya, kok Emak bisa tahu?” “Tadi Emak mendengar percakapan kalian” sambil merangkul pundak Rani. “Ini kesempatanmu, untuk menentukan akan meneruskan  ke sekolah mana! Usahakan kamu tidak salah dalam memilih sekolah, demi masa depanmu, Nak.” Emak menasehati Rani. “Sebenarnya Rani bercita-cita ingin bersekolah di SMA favorit, Mak” “Itu bagus.” “Tapi Mak,” “Sudahlah ayo makan dulu!” Emak dan segera masuk untuk makan siang.

Rani mendaftarkan diri ke SMA yang ia cita-citakan, dan ia pun diterima di sana. Rani sangat bahagia. Di SMA, Rani menemukan teman baru. Mereka sangat baik. Namun senja yang dulu indah sekarang seakan tak berarti lagi pada seorang gadis yang sedang merenung karena telah kehilangan sahabat-sahabatnya yang selalu menemani suka maupun duka. Dulu sewaktu duduk di bangku SMP Rani mempunyai tiga sahabat sejati. Mereka bernama Irma, Ratih dan Hanifah. Mereka bersahabat sejak pertama kali menginjak bangku SMP. Mereka berempat selalu bersama-sama ke mana pun mereka pergi. Namun perpisahan itu tak membuat Rani bersedih.

Di kelas ia merupakan siswa yang aktif. Setiap kali ulangan ia juga kerap mendapatkan nilai tertinggi. Satu tahun pertama mereka saling mengenal dan berkumpul tanpa melihat derajat. Terlihat indah. Memang indah karena yang terlihat adalah persahabatan, bukan permusuhan. Dan berangsur-angsur, hingga tak terasa sandiwara putih abu-abu ini akan segera mendekati kata "LULUS" dan mungkin yang ada di pikiran kalian adalah perpisahan. But actually it's not a really good bye. Akhir adalah masa awal di mana kita akan membuka kehidupan yang sebenarnya.

Kebersamaan mereka indah, tak ada yang tak indah dalam CATATAN AKHIR SEKOLAH sebuah pertemuan, perkenalan, pertemanan, persahabatan, percintaan, bahkan permusuhan dan kebencian mengiringi perjalanan kisah mereka di sini, di sekolah ini. Dunia dan masa yang tak akan pernah mereka lupakan, masa penuh perbedaan, penuh kenangan, penuh estetika, yaitu putih abu-abu.

Bulan depan UN. Rani tengah belajar dengan penuh konsentrasi. Emak tak henti-henti mendoakan Rani, ia berharap agar putrinya kelak menjadi seorang yang sukses.
Hari ini adalah hari pertama UN. Rani sudah siap. Ia berpamitan kemudian bergegas menuju sekolah. Sesampainya di sekolah, ia belajar lagi. Bel berbunyi, seluruh siswa segera menuju ruangan masing-masing. Seperti biasanya, suasana hening, yang terdengar hanya suara goresan pensil yang sedang menari di atas kertas lembar jawab.

Setelah UN berakhir, Rani kembali cemas. Dia khawatir, jika ia tak dapat melukiskan senyum di wajah Emaknya. “Rani.” Panggil Emak. “Iya, Mak” ia terkejut. “Bagaimana UN mu? Apa semuanya baik-baik saja?” tanya Emak. “Alhamdulillah, lancar. Tapi Rani khawatir, jika hasilnya akan mengecewakan Emak” Rani cemas, “Jangan cemas, nak. Emak selalu bangga terhadapmu. Apapun hasilnya Emak akan selalu bersyukur” “Iya, Mak” sambil memeluk Emak.

Undangan membawa Emak ke sekolah. Hasil UN akan diumumkan. Dan tak disangka-sangka, Rani menjadi juara di sekolahnya. Emak sangat bahagia dan bangga. Ia bersyukur kepada Tuhan YME.
Jatuh bangun, itulah yang menjadi irama dalam setiap langkah di hidup Rani sekarang. Tangis dan tawa silih berganti menghiasi rona wajahnya. Keringat kerja keras tak pernah hilang dari keningnya. Inilah jalan yang ia tempuh, jalan menuju cita-cita menjadi seorang tenaga pendidik, jalan menuju gelar Sarjana.
Mungkin bagi sebagian orang, kuliah adalah hal yang mudah. Ya tentu bagi kalangan yang berduit. Walaupun ia bukan salah satu bagian dari mereka, tapi ia bersyukur. Dengan seperti ini ia lebih bisa menghargai akan arti sebuah PERJUANGAN.

Di saat mulai hangat pembicaraan tentang Beasiswa Bidik Misi dari Pemerintah Indonesia, Rani dan teman-teman satu angkatan sekolahnya yang memang masih haus akan arti PENDIDIKAN DALAM KEHIDUPAN pun tak ingin melewatkan hal ini. Mereka bersama-sama mempersiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan untuk menempuh jenjang pendidikan yang lebih tinggi melalui beasiswa.

Semua yang diperlukan sudah ia persiapkan. Mulai dari fotocopy Rapor yang dilegalisasi pihak sekolah, piagam lomba, daftar peringkat di sekolah dari Kepala sekolah semua sudah siap dan telah ia kirimkan. Rani benar-benar berharap bisa masuk Universitas Negeri dan mendapatkan beasiswa itu agar ia tidak menambah beban Emaknya. Hari-hari penantian pun dimulai.

Siang itu di sekolah, ia dengar ramai-ramai temannya bilang tentang adanya jalur undangan untuk kuliah di Universitas Negeri. Katanya tidak perlu tes, asal nilai-nilainya memenuhi syarat. Tapi Rani merasa kecewa, ketika mereka mengatakan hal itu ternyata pendaftaran jalur undangan sudah di tutup. Rani mulai pesimis. Krisis ekonomi yang semakin membelit keluarganya saat itu membuatnya mulai melupakan cita-citanya untuk menuntut ilmu ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

Ia akhirnya mendaftarkan diri di Universitas Negeri. Dia diterima. Dia bercita-cita ingin menjadi tenaga pendidik. Karena dia beranggapan bahwa seorang pendidik mampu menolong orang lain belajar, serta sebagai ungkapan rasa terima kasih untuk mereka yang telah memberi pendidikan. Setelah ia wisuda dan mendapat gelar sarjana, ia segera mencari pekerjaan. Karena usaha dan doanya, Rani mendapatkan pekerjaan dengan mudah. Ia mengajar di sekolah negeri. Ia juga sudah mempunyai penghasilan tetap.

Kegigihan Rani dalam memperoleh pendidikan dan pekerjaan akhirnya terbayar. Pekerjaan yang selama ini dia harap-harapkan akhirnya selangkah lagi dia dapatkan. Emak sangat bangga dan bahagia. kini anaknya sudah bekerja dan memiliki penghasilan tetap. Rani mulai merenovasi rumahnya, ia juga membiayai sekolah ketiga orang adiknya.


Terkadang kondisi seseorang memang terlihat kurang baik, bahkan sangat sulit. Namun, kita bisa berusaha untuk membuat kondisi tersebut menjadi berbeda. Berusaha, berjuang dan berdoa, maka Tuhan akan membuka jalan buat kita.

~ T A M A T ~ 

0 comments:

 

Mutiarasariang Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea